Annie dan Paul

Pagi masih begitu pagi. Embun-embun jatuh berdebum ke atas rerumputan hijau lalu terjatuh kembali ke atas tanah basah sehingga masuk ke dalam saripati tanah. Burung-burung bertengger di depan sarang mereka. Tak ada manusia yang tampak dan tak ada suara gaduh macam pasar. Tempat ini bagai kuburan, keheningan yang ditimbulkan oleh tempat ini telah memberikan ketenangan yang sangat berarti bagi seluruh penghuninya. Burung-burung bersiap untuk terbang dan mencari makanan sementara embun-embun telah terjatuh seluruhnya ke dalam tanah dan rerumputan. Kala itu seorang wanita muda tengah berlari dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Namanya adalah Annie. Seorang gadis muda yang tengah menikmati usia 14 tahun. Ia kini tengah berlari dan kakinya teguh menginjak-injak rumput-rumput hijau. Di wajahnya terbingkas sebuah senyum yang ia miliki yaitu sebuah senyum tak dimiliki oleh orang lain. Ia berlari sampai ia lelah. Ia berlari terus menerus hingga keringatnya keluar dan bila ia telah lelah ia akan berhenti sejenak. Di sana yaitu di tempat orang-orang beristirahat.

Ia melepas lelah dengan duduk di atas sebuah kursi kayu yang kokoh. Lantas tak lama kemudian dari tempat nun jauh seorang pria muda berlari datang kepada Annie. Nama pria tersebut adalah Paul. Paul merasa cukup lelah setelah berlari begitu lama. Keringat mengalir di wajahnya dan jatuh begitu saja di atas jalan keras. Paul membanting tubuhnya ke atas kursi tersebut.

Annie mengetahui dengan pasti bahwa Paul membutuhkan air putih untuk melegakan tenggorokannya. Jadilah Annie menyerahkan botol minumnya kepada Paul. Paul lantas meraih botol tersebut lantas meminum airnya. Paul menghabiskan seluruh isi air itu. Tak tersisa sedikit pun. Annie meringis mendapati seluruh botol minumnya telah kosong. Sementara Paul merasa puas sebab telah meminum seluruh isi di dalam botol tersebut.

“Kamu menghabiskan minumanku lalu kamu enggak mengucapkan terima kasih. Oh, betapa terhormatnya pria macam kamu itu.”

Paul menatap wajah Annie.

“Kamu kan yang memberikanku minuman itu. Jadi harusnya tak perlulah kamu mengharapkan rasa terima kasih dariku, Annie.”

Annie menutup mulutnya mencoba menahan diri untuk tidak lagi berkomentar tapi ia tetap tak bisa menahan diri untuk tak berkomentar. Ia menahan nafasnya lantas mencoba mengeluarkan setiap perasaan yang ada dalam hatinya.

“Aku enggak mengharapkan rasa terima kasihmu.”

“Annie, jadi apa yang kamu harapkan dariku?”

Annie tiada berkutik sedikit pun. Setiap perkataan yang sempat membludak di dalam pikirannya itu kini tiba-tiba musnah begitu saja. Ia tidak punya kata-kata lagi. Ia berdiri di atas kursi panjangnya. Paul mengamati wajah Annie. Paul tak mengerti. Burung-burung di pohon terbang tinggi menuju angkasa seiring melangkahnya Annie dari kursi itu. Meninggalkan Paul seorang diri di atas kursi kayu yang kokoh tersebut. Paul mengamati langkah Annie. Ia tak berkutik sedikit pun hingga Annie menghilang dari jarak pandang. Satu detik kemudian barulah Paul tersadar bahwa botol minuman itu masih ada di genggaman Paul. Ia menggenggam erat botol minuman itu. Tak pernah lepas. Seakan-akan botol minuman itu begitu sangat bernilai.

Kala matahari kian meninggi. Paul beranjak meninggalkan kursi itu. Di tangan kanannya tergenggam sebotol botol minuman yang telah kosong. Ia melangkah seraya membawa botol minuman itu. Ia belum memutuskan untuk membawa botol itu kembali kepada pemiliknya yang sah.

Paul melangkah dengan pelan-pelan. Ia melewati beberapa orang yang tengah bercakap-cakap di pinggiran jalan. Jalan yang dilalui oleh Paul adalah jalan bebas kendaraan. Setiap pagi atau kapan saja Paul melewati jalan ini sebab jalan ini cukup ramah untuk pengguna jalan.

“Hay, Paul,” seseorang memanggil.

Paul segera berhenti dan untuk sesaat ia mengarah ke arah sumber suara. Di antara orang-orang tersebut Paul melihat seorang kawan karib. Kawan karib itu tersenyum lantas melambaikan tangan kepada Paul. Paul lantas membalas lambaian dan senyuman tersebut.

Paul kini berusia 14 tahun 2 bulan. Tidak berbeda jauh dengan usia Annie. Paul dan Annie, mereka berdua adalah tetangga. Sejak kecil mereka selalu bermain bersama. Tak ada rahasia yang disembunyikan mereka berdua hingga suatu ketika usia mereka berdua menginjak 14 tahun.

Paul berhenti di depan pagar rumah Annie. Tak sedikit pun tampak tanda-tanda kehadiran Annie. Rumahnya tampak begitu sepi. Cahaya matahari yang begitu hangat telah lama menyeruak masuk ke dalam rumah Annie melalui jendela-jendela rumah yang tirainya terbuka begitu saja. Paul berdiri di depan pintu pagar itu cukup lama. Tak ada seorang pun. Keadaan tampaknya begitu sangat sepi. Sesekali waktu terlintas kucing di teras rumah Annie. Kucing lucu yang berbulu lebat tersebut sekilas mengamati Paul yang berdiri membisu di depan pintu pagar warna putih. Kucing tersebut datang dari samping rumah dan menuju ke teras rumah. Kucing itu naik ke atas kursi lantas naik lagi ke atas meja lalu untuk kemudian kucing tersebut merebahkan dirinya sendiri di atas meja demi sinar matahari pagi yang hangat.

Tak lama kemudian pintu rumah Annie terbuka. Dari balik pintu tampaklah Annie. Ia tersenyum dengan begitu cerianya. Wajahnya yang cantik tertimpa cahaya mentari pagi yang hangat. Mendapati hal tersebut lantas Paul pun tersenyum lantas mengangkat botol minuman yang ia pegang itu tinggi-tinggi.

“Aku pikir kamu akan membuang botol itu ke tempat sampah. Atau meninggalkannya di kursi.”

Paul tidak menjawab. Ia melangkahkan kakinya lantas segera membuka pagar tersebut untuk kemudian melangkah berjalan mendekati Annie. Paul menyerahkan botol tersebut kepada Annie.

“Aku pikir kamu sengaja meninggalkan botol kosong ini untukku.”

Annie tidak segera mengambil botol itu. Kedua tangannya bersedekap di atas dadanya. Ia sudah tak sabar untuk mengatakan sesuatu.

“Jika kamu mau botol itu, ambil saja. Aku punya banyak botol, kok.”

Paul tetap menyodorkan botol tersebut. Ia tetap tak bergerak. Sama sekali tak berkutik sedikit pun.

“Tidak, terima kasih. Kamu tidak mengatakannya sejak awal ditambah aku sudah terlanjur masuk ke pekarangan rumahmu. Rasa-rasanya tak elok bila kamu tidak mau menerima botol ini.”

Annie membisu. Ia mengambil botol tersebut dari tangan Paul. Tak ada kata-kata lagi setelah botol tersebut berpindah tangan. Sinar matahari pagi masih ada di situ termasuk kucing pemalas yang kini merebahkan dirinya di atas meja itu. Kaki Paul mundur satu langkah. Ia telah merangkai ucapan terakhir tapi ketika kata-kata itu sampai di kerongkongan, kata-kata tersebut lenyap.

Paul berbalik arah dan keluar menuju pintu pagar warna putih tanpa sepatah kata pun. Paul telah bertekad untuk pulang, mandi lalu sarapan, hingga berakhir di depan komik-komik yang akan ia baca. Sementara itu Annie, sejak tadi berdiri di depan pintu rumahnya. Mengamati kepergian Paul hingga Paul membuka pintu rumahnya dan hilang dari pandangan sebab pintu rumah telah menutup pandangan Annie terhadap Paul. Beberapa detik kemudian Annie meletakan botol itu di samping kucing pemalas itu. Annie duduk di kursi samping meja dan mengelus kucing tersebut dengan perasaan sayang. 1051 kata.

Komentar

Postingan Populer